Wednesday, December 17, 2014

Sebuah Refleksi

Asap tiba-tiba mengepul dan membumbung tinggi. Seketika langit mulai tertutupi warnanya yang hitam kelam. Kemacetan pun tidak dapat dihindarkan. Saya langsung mendongak mencoba mencari tau apa gerangan yang terjadi.

Sosok dengan semangat berapi berdiri di atas mobil box dengan megaphone di tangan kanan. Suaranya yang lantang memecah kebisingan suara mobil. Kata-kata empati untuk rakyat kecil, pendidikan, sosial dan politik mengalir begitu saja. Sedangkan umpatan dan cacian sesekali terselip untuk para pemegang kewenangan. Sedangkan sesekali kerumunan yang seolah menjadi pendengar meneriakkan "Hidup Mahasiswa, Hidup Rakyat".
--------
Tidak ada yang salah dengan kejadian di atas. Sebuah apresiasi bagi mereka yang rela meluangkan watu untuk menyuarakan suara yang tidak terdengar dari pelosok desa, gang-gang sempit, dan tempat lain yang tidak pernah di jamah oleh pemangku kebijakan negeri ini.

Sayangnya, terkadang banyak kalangan menilai mereka sebagai pembuat onar dan penghambat yang hobi mengundang masalah. Padahal mereka tidak sadar, bahwa teriakan yang keluar dari nurani mereka murni untuk menyuarakan hak mereka yang tidak pernah merasa tertindas.

Alangkah lucunya hidup ini, perbuatan yang baik terkadang masih memiliki cela di pandangan orang.
--------
Sebuah ironi memang, ketika kita menyuarakan hak mereka yang kurang beruntung. Merelakan kulit tersengat panasnya mentari. Namun nyatanya alpa akan banyak hal. Alpa akan hak-hak yang harus kita dapatkan di bangku kelas maupun di kampus. Mungkin tidak salah pepatah mengatakan "Semut diseberang lautan nampak, namun gajah di pelupuk mata tidak terlihat".

Terkadang kita menyuarakang kezaliman penguasa, padahal kita tidak sadar akan kezaliman kita terhadap orang yang menaruh harapan besar di pundak kita yang jauh tinggal di kampung sana. Kita menyuarakan pendidikan, sedangkan pendidikan kita terabaikan.

Kita rela menjadi lilin. Menerangi sekitarnya dan membiarkan dirinya hancur lebur. Begitu mulia memang. Namun jika ada cara yang lebih bijak, apakah salah untuk kita mencoba untuk menempuhnya. Sekali lagi, tidak ada yang salah dengan jalan kita, mungkin hana perlu untuk sedikit diperbaiki.

Tuesday, December 16, 2014

Jangan Memilih Cacat

Kemarin saya sempat mengunjungi tempat keramaian. Orang-orang sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Terlihat manusia dengan segala macam warnanya. Seorang renta yang berdiri di pinggir bangku taman sedangkan seorang anak dengan fisik yang kuat duduk menyilangkan kaki di atas bangku. Sedangkan seorang yang melemparkan sisa makanan ke bahu jalan sedangkan di sampingnya duduk dengan manisnya tempat sampah. “Bagaimana pandangan anda tentang orang yang terlahir dengan cacat fisik, padahal tuhan mengatakan bahwa kita diciptakan dengan sempurna?” Sejenak pertanyaan tersebut terlintas di pikiran saya. Saya tidak langsung menjawab pertanyaan tersebut. Apakah kesempurnaan yang Tuhan maksud adalah kesempurnaan fisik. Entahlah,marilah kita merenung bersama. Seorang pengemis buta memberikan sepotong roti kepada anak kecil dengan pakaian dekil. Sedangkan si cacat dengan tongkatnya tertatih menuju ke mesjid untuk menjawab panggilan azan. Dua kasus di atas seketika menyayat sembilu. Seorang dengan mata buta namun memiliki mata hati yang tajam, sedangkan si pincang malah dengan ikhlas menantang jarak hanya sekedar menjawab panggilan Tuhannya. Pertanyaannya adalah, dimanakah kita selama ini yang selalu merasa sempurna. Apalah arti fisik yang sempurna sedangkan spiritual kita cacat. Sungguh sangat menyedihkan jika mengaku sempurna sedangkan pada hakikatnya kita cacat. Jasmani kita bisa saja cacat, akan tetapi rohani kita sehat. Persembahkan yang terbaik.

Monday, November 17, 2014

Soal ku SUlit

"Guru adalah Fasilitator dan Motivator, tetapi jika ia lebih senang mempersulit siswanya, dia tak ubahnya seekor Predator"
Kata-kata di atas adalah status salah seorang teman di akun media sosialnya. Sejenak aku merenungkan makna kalimatnya. Banyak tidaknya, kata-kata di atas memiliki kebenaran. Kebenarannya tergantung dari mana kita melihatnya atau acuannya.
Saya teringat sebuah cerita. Konon seorang guru (nama samaran) dengan bangganya ketika hanya sedikit siswanya yang lulus dari ujiannya. Siswa yang susah payah menyelesaikan soal ujian adalah kebanggaan baginya. Bahkan tidak jarang mereka berkata saya baru bahagia jika kalian merasa susah. Begitulah mereka berujar.
Saya sedikit berpikir. Menertawakan siswa di saat mereka tidak mampu mengerjakan soal yang kita berikan adalah sebuah perbuatan yang aneh. Seorang siswa sejatinya hanya mengerjakan apa yang gurunya ajarkan. Dan di saat mereka mulai kesusahan adalah pertanda musibah bagi sang guru. Bagaimana tidak, ketidakmampuan siswa dalam menjawab soal ujian adalah bukti gagalnya seorang guru dalam memotivasi siswa untuk belajar. Ketidakmampuan siswa ini juga menjadi bukti gagalnya seorang guru menjadi fasilitator. Atau bisa dikatakan kegagalan siswa dalam ujian adalah kegagalan guru dalam mentransfer pengetahuannya kepada peserta didiknya. Sehingga kesan predator lebih cocok disematkan kepadanya.
Oleh sebab itu, sudah saatnya ujian bukan hanya masa dimana guru hendak menilai siswanya akan tetapi saat di mana ia harus mengevaluasi kemampuan siswa dan dirinya. Dan segera memperbaikinya secepat mungkin.
Sekali lagi, benar salah ini adalah tergantung dimana kita melihatnya. Namun apa pun yang terjadi, ini adalah realita bukanlah utopia yang terbangun dalam mimpi-mimpi semu kita.

2 Tahun Mencari Cinta

Sebut saja namanya fisika, gadis cantik tinggi semampai dengan pandangan yang penuh pesona. Begitulah aku menganggapnya. Dia adalah idaman banyak orang, namun banyak juga yang mengalah karena parasnya yang begitu memukau.
Perjumpaanku dengannya dimulai dua tahun lalu. Secara tidak sengaja saya bertemu dengannya dalam pencarianku mencari jalan hidup (anggaplah). Saya mencoba mengenalnya begitu dalam. Dan dia menerimaku begitu saja, menerimaku apa adanya, tanpa ada syarat yang berarti bagiku.
Saya semakin akrab dengannya meski sempat seorang teman mengatakan, dia bukan teman yang baik untukku. Tetapi saya terlanjur mengenalnya, susah untuk lari darinya.
Hari berganti dan tahun pun berlalu. Dua tahun sudah aku mengenalnya. Dua tahun sudah aku mencoba untuk lebih akrab dengannya. Mencoba memahaminya meski hanya dengan pemahaman yang sempit. Dua tahun ku mencoba tuk mencintainya agar ku bisa memahaminya.
Dua tahun penuh makna kami lalui. Dua tahun yang sulit dalam mencari cintanya yang mungkin belum aku dapatkan. Dan di saat masa sulit seperti ini, cinta lama datang kembali. Seorang gadis yang membuatku paham akan makna kata. Entahlah. Cinta lama yang seharusnya lebih pantas untukku kata temanku.

Thursday, October 30, 2014

Dilema Nilai

Kejujuran adalah mata uang yang berlaku di mana-mana.
Kurang lebih begitulah pesan guru-guru kami dahulu. Dan semuanya tampak begitu nyata di zaman yang sarat dengan persaingan kali ini. Kejujuran seolah menjadi mata uang dengan nilai tukar paling tinggi. Hingga akhirnya kejujuran begitu sulit ditemukan.
Di pasar, lingkungan kerja, bahkan di sekolah yang seyogyanya mengajarkan nilai kejujuran pun jarang ditemukan. Entah kenapa, mungkin pribadi yang jujur harus dimasukkan kedalam penangkaran agar tidak punah begitusaja.
Dengan langkah gontai saya meninggalkan ruangan ujian. Beberapa ada yang masih mengerjakan soal. Bekerja sama, melirik, atau bahkan membuka catatan. Di depan kelas kulihat beberapa orang bercengkrama bertukar soal yang berhasil dikerjakan, sesekali terdengar mereka yang bangga berhasil mengerjakan soal dengan curang tanpa pengetahuan pengawas.
Maaf kawan, saya belum bisa bergabung bercengkrama dengan kalian. Menceritakan dengan bangga soal yang bisa kuselesaikan. Mungkin saya belum sanggup. Saat ini saya cukup senang mampu mempercayai diriku sendiri. Karena berani jujur itu hebat.

Tuesday, October 28, 2014

Malam yang Suntuk

Setelah 3 tahun akhirnya rindu segalanya menyadarkan saya akan banyak hal.
Seolah serupa tetapi tak sama. Pernah tinggal dalam kehidupan asrama yang bebas namun terikat erat dengan aturan yang tersimpul indah, katanya. Sejak azan subuh dikumandangkan, terkadang harus mencari tempat bersembunyi untuk sekedar menuntaskan mimpi. Memberi kursus subuh, membersihkan, dan segera menuju dapur berbekal sebungkus mie instant walau terkadang hasil memajak (begitu katanya). Tanpa berita pagi di layar TV hanya siaran radio kadang pula nasyid islami teman menyambut pagi sebelum ke kelas. Serupa tetapi tak sama.
Setelah 3 tahun akhirnya rindu segalanya menyadarkan akan tempatku mungkin kami yang sebenarnya. Pelajaran pertama yang kadang kosong. Atau harus berkeliaran mengisi kelas yang kosong. Ketika velg mobil bekas (kami sepakat menyebutnya lonceng) berbunyi, hanya duduk di bawah pohon mangga samping asrama menanti teman yang rela berbagi snack. Atau terkadang menuju ke koperasi untuk membeli sendiri. Tak ada tontonan saat jam istirahat. Hanya duduk di depan asrama bercerita tentang rencana libur awal bulan nantinya. Semuanya mengalir begitu saja, jika beruntung maka akan ada pelajaran setelah jam istirahat. Mengalir begitu saja tanpa berharap jam berputar cepat.
Setelah 3 tahun akhirnya rindu segalanya menyadarkan akan tempatku mungkin kami yang sebenarnya.
Jam 14.00 benda yang kami sebut lonceng itu kembali berbunyi. Pelajaran terakhir segera menanti. Jika tidak, tepatnya hanya berpindah tempat tidur dari kasu menuju kelas. Atau terkadang berbagi cerita lama dengan adik-adik kelas. Serupa tetapi tak sama.
Sore menyambut hanya dihabiskan dengan berolahraga. Terkadang ekstra. Mungkin guru kami terlalu lelah untuk memberikan bimbingan sore walau hanya sekedar mengulang pelajaran yang belum dimengerti.
Waktu berjalan begitu saja. Berbalas materi sebelum tidur adalah keajaiban yang jarang dijumpai. Entah apa yang menghabiskan malam kami hinggu tidur kembali membawa kami ke rutinitas yang mungkin sama esoknya.
Setelah 3 tahun akhirnya rindu semuanya. Saya tetap menyadari tempatku, dan kamu memiliki tempatmu tersendiri. 
(ditulis setelah membaca http://khatimhusnul.blogspot.com/2014/09/setelah-3-tahun-akhirnya-rindu-segalanya.html)

Monday, September 15, 2014

Antara aku, senior, dan guruku

Dua tahun sudah saya menjadi seorang yang disebut sebagai insan cendekia atau orang lazim menyebutnya sebagai mahasiswa. Sebuah status yang dipandang istimewa oleh banyak kalangan. Wajar saja, definisinya saja tidak cukup diartikan secara administratif, namun mahasiswa menyimpan begitu banyak makna yang luar biasa.
Status mahasiswaku kudapat setelah terdaftar di salah satu Universitas Ternama (menurutku) di Indonesia Timur. Meski lulus dengan bebas tes, saya merasa hal itu hanyalah sebuah rencana Tuhan yang tidak pernah terlintas di pikiranku. Hingga akhirnya, saya pun menjadi agen perubahan yang ditempa di universitas tersebut.
Sama dengan mahasiswa pada umumnya. Kepala botak, pakaian hitam putih adalah adat istiadat yang harus dijalani. Hal itu tak lain untuk mengakrabkan kami dengan kampus dan mencintai status kami, begitulah ajaran yang beredar.
Setelah beberapa pekan berkenalan dengan dunia kampus, saya menyaksikan sebuah perang idealisme para insan cendekia. Asap tebal mengepul membumbung tinggi dari pembakaran ban bekas, kaca pecah dari lemparan batu, serta ledakan dari suara papporo makhluk yang baru saja kukenal merupakan salah satu bagian dari adegan saat itu. Sebuah tragedi warisan dari pendahulu-pendahulu yang mungkin sudah membudaya. Entahlah.
Saya sedikit heran dengan gambaran dunia kampus yang selama ini terlukis indah di kepalaku. Sketsaku sedikit kulengkapi dengan puluhan motor dan dua nyawa mahasiswamerupakan tumbal dari ritual anarkis tersebut. Alhasil, tragedi tersebut berhasil menyita perhatian masyarakat nasional. Bagaimana tidak, kampus yang dikenal sebagai lumbung guru malah menyuguhkan pelajaran berharga bagi masyarakat. Hal ini diperparah oleh blow-up media yang bagi saya kurang berimbang.
Caci maki dan umpatan merupakan hal biasa bagi saya. Gelar kampus anarkis, mahasiswa primitif, kerap kali mengganggu ruang dengar saya. Saya hanya bisa pasrah, pindah kampus bagi saya hanyalah kekufuran akan nikmat Tuhan. Mungkin ini hanyalah duri-duri kecil dari sekian banyak duri di sepanjang jalan saya ke depan.
Yang membuat saya heran, kejadian sama yang terus berulang. Begitu besarnya pengaruh pendahulu-pendahulu kami dalam menanamkan idealisme mereka kepada setiap penghuni baru seperti kami. Mungkin di sinilah para pendidik kami sedikit berkaca, para senior lebih memberikan ruang kepada kami dibanding pendidik kepada kami sebagai peserta didiknya. Hal ini akan terus berakhir, jika seorang pendidik hanya memandang tugasnya untuk memberikan materi perkuliahan saja. Padahal sejatinya, seorang guru tidak hanya membimbing jasmani kita, akan mereka harus bisa menjadi pembimbing spiritual kita.
Akhirnya saya katakan, mungkin lebih baik menjadi yatim piatu daripada memiliki orang tua yang hanya bisa memberi kita makan dan minum saja. Wallahu a’lam.

Higgs Boson dan Singgasana Balqis

  Mengungkap Misteri
Allah Berfirman :
40. berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari AI Kitab[1097]: "Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip". Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: "Ini Termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku Apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). dan Barangsiapa yang bersyukur Maka Sesungguhnya Dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan Barangsiapa yang ingkar, Maka Sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia".
[1097] Al kitab di sini Maksudnya: ialah kitab yang diturunkan sebelum Nabi Sulaiman ialah Taurat dan Zabur.
Ayat di atas merupakan salah satu dari ayat pada surat na-Namlah yang merupakan surah ke-27. Surat tersebut merupakan surat yang banyak bercerita tentang kisah Nabi Sulaiman. Salah satu cerita menarik ialah, ketika seorang alim ulama yang berhasil memindahkan singgasana Ratu Balqis dalam waktu hanya sekejap saja atau sebelum utusan Allah tersebut berkedip.
Yang menjadi pertanyaan ialah, tentu peristiwa tersebut tidak terjadi begitu saja. Karena jika demikian, maka tentu akan menyalahi sunnatullah. Saya beranggapaan bahwa pada peristiwa tersebut berlaku sebuah proses yang mungkin suatu saat nanti bisa dibuktikan secara ilmiah.
Sebelumnya saya ingin mengatakan bahwa bukan berarti saya meragukan kesahihan dari firman Allah yang suci lagi terjaga ini. Akan tetapi, sebagai makhluk yang berakal kita dianjurkan untuk mengkaji itu semua agar keimanan kita semakin mantap. Olehnya itu saya sedikit curhat melalu tulisan ini.
Pada tahun 2012 lalu, seorang ilmuwan Inggris mengkonfirmasi sebuah bahwa telah ditemukannya partikel Higgs Boson yang kemudian dikenal dengan istilah God Particle (Partikel Tuhan). Pemberian istilah partikel Tuhan tidak berarti kita mengatakan bahwa tuhan itu berwujud sebagai partikel. Akan tetapi, penamaan ini hanya dikarenakan sifatnya yang istimewa. Higgs Boson ini mampu memberikan massa kepada partikel yang ada namun tidak memiliki massa.
Lebih lanjut dikatakan bahwa apabila suatu saat Higgs Boson ini mampu dipisahkan dengan benda, maka kita secara tidak langsung membuat benda itu lenyap namun tidak musnah. Kemudian partikel tersebut akan bergerak dengan kecepatan cahaya. Dan mungkin suatu saat nanti akan ada alat yang bisa membentuk kembali benda sebagaimana benda sebelumnya yang ditinggalkan higgs Boston tersebut.
Jika hal ini benar adanya, maka kejadian di masa Nabi Sulaiman AS bukanlah sihir akan tetapi merupakan sebuah proses yang dapat dibuktikan secara ilmiah. Apalagi dalam ayat tersebut disebutkan “berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari AI Kitab”. Seorang yang mempunyai ilmu atau alim yang di maksud di sini mungkin telah menguasai pengaplikasian daripada higss Boson tersebut.
Salah satu ahli antropologi Indonesia mengatakan bahwa, sebenarnya Singgasana Ratu balqis itu terletak di Indonesia. Karena adanya beberapa temuan yang mengindikasikan bahwa di pulau Jawa ada sebuah kerajaan yang singgasananya menghilang. Jika hal ini benar maka bukanlah sebuah masalah besar. Karena jika alim ulama yang dimaksud dalam al-Qur’an tersebut mampu memisahkan higgs Boson dari singgasana tersebut, maka bukanlah hal mustahil menghilangkan istana tersebut dan membawanya ke Palestina. Apalagi kecepatan geraknya seperti kecepatan cahaya yang mencapai 3𝗑108 m/s. Maka sudah pasti mampu dipindahkan dengan sekejap mata. Wallahu a’lam.

Monday, June 30, 2014

Uang panaik....



Sakralnya Perkawinan
Tulisan ini saya buat setelah saya ikut dengan tetta ke rangkaian acara khitbah atau lamaran. Saat itu pihak laki-laki membawa uang panaik ke pihak perempuan. Entah kenapa saya ingin ikut dengan tetta, yang jelas saya hanya ingin tahu bagaimana prosesi adat lamaran di kampung saya.
Di atas sebuah rumah kayu beberapa orang berkumpul dalam acara serah terima uang panaik tersebut. Acara tersebut dimulai dengan obrolan ringan tentang keadaan masing-masing, mulai dari keadaan kebun dan lain sebagainya. Setelah itu, beberapa orang mulai saling menyindir satu sama lain tentang maksud kedatangan pihak laki-laki. Entah apalah istilah sindiran tersebut dalam ilmu sastra. Yang jelas saya bisa paham bahwa acara ini begitu sakral.
Selang beberapa saat, perwakilan pihak laki-laki meminta piring kosong. Saya kira piring tersebut hendak dijadikan asbak seperti tetta yang lebih dulu meminta piring kosong. Sesaat kemudian seorang lelaki paruh baya (Cieee) mengeluarkan tiga ikat uang dengan pecahan lima puluh dan seratus ribu rupiah. Bapak paruh baya tersebut seperti mengucapkan do’a sebelum menyerahkan ke pihak perempuan dengan mengucapkan beberapa kalimat ijab. Dan setelah itu, saya kedapatan bagian penghitung uang. Nominalnya secara keseluruhan 23 juta rupiah dari 25 juta yang hendak dibawa ditambah beberapa kwintal beras.
Buset, mungkin seperti itulah kenapa perkawinan begitu sakral di kampung saya ini. 25 ditambah enam nol di belakangnya. Setelah itu, uang di simpan di atas ampang yang orang sekitar menyebutnya pa’dinging. Katanya supaya sejuk-sejuk, entahlah apa maksudnya. Obrolan kemudian dilanjutkan dengan hari pernikahan, mahar yang katanya emas yang seharga dengan emas senilai tanah satu are. Obrolan semakin hangat karena ditemani kopi panas dan baje’ (salah satu makanan khas daerah saya).
Dari rangkaian acara tersebut, dapat saya tarik kesimpulan bahwa, adat dan budaya Makassar yang sampai sekarang masih dipertahankan mengajarkan kita bahwa perkawinan ialah hal yang sakral dalam hidup setiap manusia. Tentu hal ini bisa kita terima sebagai makhluk beragama ketika Bu Daya itu sejalan Pa Daya (agama).

Thursday, June 12, 2014

Prabowo VS Jokowi



PRABOWO VS JOKOWI
Beberapa hari yang lalu, pikiran kita tertuju kepada agenda KPU (komisi Pemilihan Umum) yaitu debat cawapres dan capres Indonesia. Agenda ini tidak lain dan tak bukan menyampaikan visi misi mereka serta untuk meyakinkan masyarakat akan pilihannya.
Dua kandidat pun menyampaikan pandangannya tentang Indonesia yang lebih baik. Sehingga tak salah dalam pikiran kami muncul Indonesia yang ideal. Indonesia tanpa korupsi, Indonesia tanpa konflik SARA, dan masalah-masalah lain yang selama ini melilit kita dan bangsa ini.
Pemilihan presiden kali ini sangat unik.  Hanya ada dua kandidat, hingga mau tidak mau satu pasangan di antara mereka akan tertawa di atas penderitaan kandidat lain(semoga tidak berlebih). Ibarat pertandingan final dengan satu leg, tentu akan sangat menegangkan.
Selain itu, kandidat ini bagi saya cukup mumpuni dan cocok dengan kondisi Indonesia saat ini. Dua capres dengan latar belakang berbeda sangat cocok dengan apa yang dibutuhkan rakyat Indonesia. Hal ini tentu akan lebih indah jika kita menafikan sejenak apa yang telah dilakukan kandidat kita. Karena jika tidak, sangat sulit kita melihat putih jika kita lebih banyak meluangkan waktu untuk melihat noktah hitam dari mereka. Apalagi yang banyak beredar hanya bualan belaka yang tidak didasari bukti yang otentik.
Prabowo dengan latar belakang TNI dan merupakan pemerhati pertanian dengan HKTI-nya tentu sangat cocok Indonesia saat ini. Indonesia yang kian hari mulai dianggap remeh di bidang pertahanan diharapkan mampu tertutupi dengan pengalaman yang dimiliki oleh Prabowo. Hal ini bukan tanpa alasan. Batas teritorial yang sering dilanggar, pesawat tempur yang kadang jatuh sebelum beraksi, pembobolan situs-situs negara merupakan pukulan telak akan lemahnya pertahanan kita di bidang keamanan.
Selain itu, sebagian besar rakyat Indonesia adalah seorang petani. Semoga dengan terpilihnya Prabowo bisa membawa angin segar bagi ketahanan pangan negara kita. Sehingga bangsa kita bisa lebih makmur dan sejahtera.
Jokowi pun ibarat juru selamat bagi bangsa kita. Kepercayaan masyarakat yang kian hari tergerus seiring dengan munculnya kasus-kasus korupsi ke permukaan. Gaya blusukannya sangat pas untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Gaya plesirannya ke pelosok bisa mengobati kerinduan masyarakat terhadap pemerintahnya yang mungkin selama ini dipisahkan oleh jurang yang sangat dalam.
Dua kandidat kita juga dibelakangi oleh dua sosok dengan latar belakang ekonomi. Kolaborasi yang sangat pas untuk menatap pasar bebas di tahun 2015. Sehingga Indonesia tak hanya menjadi negara yang kuat lagi makmur, namun mampu bertahan dalam badai persaingan yang sangat ketat.
Akhirnya siapapun yang terpilih di antara mereka tidak sekedar memberikan harapan palsu. Pagi berjanji, namun petang belum datang janjinya telah mereka lupakan entah kenapa. Dan yang belum sempat menduduki kursi nomor satu negara ini, kita berharap agar turut serta membangun bangsa ini. Serta gagasan-gagasan positif mereka tetap diwujudkan. Dengan begitu Indonesia yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur tidak akan menjadi mimpi di siang bolong. 
Sumber gambar: www.metrosulteng.com

Baca Juga

Cara Menghemat Data WhatsApp

Panduan WhatsApp   Cara Menghemat Data WhatsApp . Siapa sih yang tidak tau aplikasi chatting whatsApp? Aplikasi ini sudah tembus ha...