"Guru adalah Fasilitator dan Motivator, tetapi jika ia lebih senang mempersulit siswanya, dia tak ubahnya seekor Predator"
Kata-kata di atas adalah status salah seorang teman di akun media sosialnya. Sejenak aku merenungkan makna kalimatnya. Banyak tidaknya, kata-kata di atas memiliki kebenaran. Kebenarannya tergantung dari mana kita melihatnya atau acuannya.
Saya teringat sebuah cerita. Konon seorang guru (nama samaran) dengan bangganya ketika hanya sedikit siswanya yang lulus dari ujiannya. Siswa yang susah payah menyelesaikan soal ujian adalah kebanggaan baginya. Bahkan tidak jarang mereka berkata saya baru bahagia jika kalian merasa susah. Begitulah mereka berujar.
Saya sedikit berpikir. Menertawakan siswa di saat mereka tidak mampu mengerjakan soal yang kita berikan adalah sebuah perbuatan yang aneh. Seorang siswa sejatinya hanya mengerjakan apa yang gurunya ajarkan. Dan di saat mereka mulai kesusahan adalah pertanda musibah bagi sang guru. Bagaimana tidak, ketidakmampuan siswa dalam menjawab soal ujian adalah bukti gagalnya seorang guru dalam memotivasi siswa untuk belajar. Ketidakmampuan siswa ini juga menjadi bukti gagalnya seorang guru menjadi fasilitator. Atau bisa dikatakan kegagalan siswa dalam ujian adalah kegagalan guru dalam mentransfer pengetahuannya kepada peserta didiknya. Sehingga kesan predator lebih cocok disematkan kepadanya.
Oleh sebab itu, sudah saatnya ujian bukan hanya masa dimana guru hendak menilai siswanya akan tetapi saat di mana ia harus mengevaluasi kemampuan siswa dan dirinya. Dan segera memperbaikinya secepat mungkin.
Sekali lagi, benar salah ini adalah tergantung dimana kita melihatnya. Namun apa pun yang terjadi, ini adalah realita bukanlah utopia yang terbangun dalam mimpi-mimpi semu kita.
Kata-kata di atas adalah status salah seorang teman di akun media sosialnya. Sejenak aku merenungkan makna kalimatnya. Banyak tidaknya, kata-kata di atas memiliki kebenaran. Kebenarannya tergantung dari mana kita melihatnya atau acuannya.
Saya teringat sebuah cerita. Konon seorang guru (nama samaran) dengan bangganya ketika hanya sedikit siswanya yang lulus dari ujiannya. Siswa yang susah payah menyelesaikan soal ujian adalah kebanggaan baginya. Bahkan tidak jarang mereka berkata saya baru bahagia jika kalian merasa susah. Begitulah mereka berujar.
Saya sedikit berpikir. Menertawakan siswa di saat mereka tidak mampu mengerjakan soal yang kita berikan adalah sebuah perbuatan yang aneh. Seorang siswa sejatinya hanya mengerjakan apa yang gurunya ajarkan. Dan di saat mereka mulai kesusahan adalah pertanda musibah bagi sang guru. Bagaimana tidak, ketidakmampuan siswa dalam menjawab soal ujian adalah bukti gagalnya seorang guru dalam memotivasi siswa untuk belajar. Ketidakmampuan siswa ini juga menjadi bukti gagalnya seorang guru menjadi fasilitator. Atau bisa dikatakan kegagalan siswa dalam ujian adalah kegagalan guru dalam mentransfer pengetahuannya kepada peserta didiknya. Sehingga kesan predator lebih cocok disematkan kepadanya.
Oleh sebab itu, sudah saatnya ujian bukan hanya masa dimana guru hendak menilai siswanya akan tetapi saat di mana ia harus mengevaluasi kemampuan siswa dan dirinya. Dan segera memperbaikinya secepat mungkin.
Sekali lagi, benar salah ini adalah tergantung dimana kita melihatnya. Namun apa pun yang terjadi, ini adalah realita bukanlah utopia yang terbangun dalam mimpi-mimpi semu kita.