Thursday, October 30, 2014

Dilema Nilai

Kejujuran adalah mata uang yang berlaku di mana-mana.
Kurang lebih begitulah pesan guru-guru kami dahulu. Dan semuanya tampak begitu nyata di zaman yang sarat dengan persaingan kali ini. Kejujuran seolah menjadi mata uang dengan nilai tukar paling tinggi. Hingga akhirnya kejujuran begitu sulit ditemukan.
Di pasar, lingkungan kerja, bahkan di sekolah yang seyogyanya mengajarkan nilai kejujuran pun jarang ditemukan. Entah kenapa, mungkin pribadi yang jujur harus dimasukkan kedalam penangkaran agar tidak punah begitusaja.
Dengan langkah gontai saya meninggalkan ruangan ujian. Beberapa ada yang masih mengerjakan soal. Bekerja sama, melirik, atau bahkan membuka catatan. Di depan kelas kulihat beberapa orang bercengkrama bertukar soal yang berhasil dikerjakan, sesekali terdengar mereka yang bangga berhasil mengerjakan soal dengan curang tanpa pengetahuan pengawas.
Maaf kawan, saya belum bisa bergabung bercengkrama dengan kalian. Menceritakan dengan bangga soal yang bisa kuselesaikan. Mungkin saya belum sanggup. Saat ini saya cukup senang mampu mempercayai diriku sendiri. Karena berani jujur itu hebat.

Tuesday, October 28, 2014

Malam yang Suntuk

Setelah 3 tahun akhirnya rindu segalanya menyadarkan saya akan banyak hal.
Seolah serupa tetapi tak sama. Pernah tinggal dalam kehidupan asrama yang bebas namun terikat erat dengan aturan yang tersimpul indah, katanya. Sejak azan subuh dikumandangkan, terkadang harus mencari tempat bersembunyi untuk sekedar menuntaskan mimpi. Memberi kursus subuh, membersihkan, dan segera menuju dapur berbekal sebungkus mie instant walau terkadang hasil memajak (begitu katanya). Tanpa berita pagi di layar TV hanya siaran radio kadang pula nasyid islami teman menyambut pagi sebelum ke kelas. Serupa tetapi tak sama.
Setelah 3 tahun akhirnya rindu segalanya menyadarkan akan tempatku mungkin kami yang sebenarnya. Pelajaran pertama yang kadang kosong. Atau harus berkeliaran mengisi kelas yang kosong. Ketika velg mobil bekas (kami sepakat menyebutnya lonceng) berbunyi, hanya duduk di bawah pohon mangga samping asrama menanti teman yang rela berbagi snack. Atau terkadang menuju ke koperasi untuk membeli sendiri. Tak ada tontonan saat jam istirahat. Hanya duduk di depan asrama bercerita tentang rencana libur awal bulan nantinya. Semuanya mengalir begitu saja, jika beruntung maka akan ada pelajaran setelah jam istirahat. Mengalir begitu saja tanpa berharap jam berputar cepat.
Setelah 3 tahun akhirnya rindu segalanya menyadarkan akan tempatku mungkin kami yang sebenarnya.
Jam 14.00 benda yang kami sebut lonceng itu kembali berbunyi. Pelajaran terakhir segera menanti. Jika tidak, tepatnya hanya berpindah tempat tidur dari kasu menuju kelas. Atau terkadang berbagi cerita lama dengan adik-adik kelas. Serupa tetapi tak sama.
Sore menyambut hanya dihabiskan dengan berolahraga. Terkadang ekstra. Mungkin guru kami terlalu lelah untuk memberikan bimbingan sore walau hanya sekedar mengulang pelajaran yang belum dimengerti.
Waktu berjalan begitu saja. Berbalas materi sebelum tidur adalah keajaiban yang jarang dijumpai. Entah apa yang menghabiskan malam kami hinggu tidur kembali membawa kami ke rutinitas yang mungkin sama esoknya.
Setelah 3 tahun akhirnya rindu semuanya. Saya tetap menyadari tempatku, dan kamu memiliki tempatmu tersendiri. 
(ditulis setelah membaca http://khatimhusnul.blogspot.com/2014/09/setelah-3-tahun-akhirnya-rindu-segalanya.html)

Baca Juga

Cara Menghemat Data WhatsApp

Panduan WhatsApp   Cara Menghemat Data WhatsApp . Siapa sih yang tidak tau aplikasi chatting whatsApp? Aplikasi ini sudah tembus ha...